Salah Pilih Teman, Romelu Lukaku Bisa Gagal di Manchester United

By Weshley Hutagalung - Selasa, 25 Juli 2017 | 08:37 WIB
Selebrasi striker Manchester United, Romelu Lukaku, setelah mencetak gol saat Manchester United vs Manchester City di Stadion NRG, Houston, Amerika Serikat, pada Jumat (21/7/2017). (JUARA.NET)

 Dari Eric Cantona, Nemanja Vidic, hingga Massimo Taibi dan Juan Sebastian Veron. Mau mengikuti jejak siapa, Romelu Lukaku?

Empat pemain di atas adalah bagian dari transfer Manchester United di era Sir Alex Ferguson.

Nama Romelu Lukaku saya kaitkan dengan dampak aktivitas bursa transfer Setan Merah musim panas 2017.

Pembelian pemain, terlebih dengan harga “wah”,  jelas dihadapkan pada peran dan kontribusi dalam upaya mencari kemenangan di setiap laga.

Jumlah pertandingan dan menit bermain setiap anggota tim memperlihatkan kadar kepercayaan pelatih. Banyak contoh untuk memperlihatkan “hubungan” pemain dan pelatih itu.

Sejumlah hal memengaruhi keputusan pelatih menurunkan pemainnya, termasuk kualitas si pemain saat berlatih dan kontribusi saat dipercaya bertanding.

Faktor lain yang tak kalah penting dan bisa menenggelamkan kebesaran nama si pemain di klub sebelumnya adalah kemampuan beradaptasi.

Siapa yang menyangka Juan Sebastian Veron kehilangan kebesaran namanya ketika pindah dari Lazio ke Manchester United pada 2001?


Juan Sebastian Veron (kiri) ketika membela Manchester United melawan Vaalerenga pada laga persahabatan di Stadion Oslo Ullevaal, 30 Juli 2002.(CORNELIUS POPPE/AFP)

Dibeli dengan harga 28 juta pound, dua tahun kemudian Veron dilepas ke Chelsea FC dengan harga 13 juta pound.

Kehebatan Veron sebagai gelandang yang membangun serangan dan merusak pertahanan lawan sirna di tanah Inggris. Tidak cocok dengan gaya sepak bola Inggris?

Perbedaan gaya sepak bola dari klub sebelumnya bisa dihubungkan dengan peran minim Diego Forlan (Independiente, Argentina), Karel Poborsky (Slavia Prague, Rep Ceska), dan tentu saja Massimo Taibi (Venezia, Italia) dan Kleberson (Atletico Paranaense, Brasil) di Manchester United.

Keluar dari Inggris, saya mengajak Anda mundur ke era ketika Rivaldo pindah dari FC Barcelona ke AC Milan pada musim panas 2002.

Rivaldo membangun karier dan popularitasnya di Spanyol bersama Deportivo La Coruna dan FC Barcelona, namun ia terkubur di panggung sepak bola Italia.

Selama 6 bulan pertama di Milan, namanya menjadi sorotan. Bukan karena kontribusi besar untuk tim, melainkan penampilan Rivaldo yang jauh dari harapan.


Selebrasi Rivaldo bareng rekan setim usai membobol gawang Real Madrid dalam pertandingan La Liga, 3 Maret 2001.(CHRISTOPHE SIMON/AFP)

Rivaldo dituding gagal beradaptasi dengan cepat dan baik di Milan.

Kontrak awal selama tiga tahun tak terpenuhi. Awal 2004, Rivaldo meninggalkan Milan dan kembali ke Brasil memperkuat Cruzeiro.

Dalam beradaptasi, faktor bahasa memegang peranan penting, mungkin sangat penting.

Bukan tidak mungkin sorotan miring atas peran Claudio Bravo di Manchester City disebabkan oleh faktor kenyamanan dalam berkomunikasi dengan rekan-rekannya. Bisa jadi.

Nah, dengan dengan pengalaman membela Everton selama empat musim sebelumnya dan juga sempat berkostum Chelsea serta West Bromwich Albion, Romelu Lukaku tak punya kendala bahasa.

Romelu Lukaku sudah menjadi  penduduk Inggris sejak 2011. Bahasa Inggris Lukaku pasti cas cis cus, bukan?

Jadi, kendala bahasa dan budaya sepak bola Inggris tidak menjadi rintangan bagi Romelu Lukaku untuk menjadi harapan kubu Manchester United.

Romelu Lukaku datang ke Kota Manchester dengan menguras keuangan Manchester United lebih dari 1,2 triliun rupiah.

Membeli pemain berstatus “bintang kecil” dengan biaya 72 juta pound bukan harga yang murah.

Ketika Real Madrid  membeli Cristiano Ronaldo dari Manchester United dengan harga 80 juta pound pada Juli 2009, mereka mendapatkan “bintang besar” dan terbukti benar.

Tak hanya kontribusi prestasi di lapangan hijau, Cristiano Ronaldo juga berperan besar atas prestasi Real Madrid di aspek finansial.

Bisakah Romelu Lukaku melakukan hal serupa?

Musim lalu, Lukaku memberikan Everton 25 gol di ajang Liga Inggris.

Bila dilihat dari area produktivitas Lukaku, pembagian 25 gol itu memperlihatkan sang striker kurang tajam di laga tandang.

Romelu Lukaku hanya menorehkan sembilan  gol di markas lawan di Premier League 2016-2017.

Dengan tubuh 190 cm, Lukaku mencetak 17 gol sundulan selama membela Everton dalam  166 pertandingan.

Ayunan kepala Lukaku berperan sebesar 19,5 persen dari tugasnya mencetak gol.

Sumbangsih kaki kiri Romelu Lukaku untuk Everton sebanyak 44 atau mencapai 50,5 persen dari total  gol miliknya.

Pertanyaan yang perlu ada di benak kita, apakah Jose Mourinho akan menyesuaikan gaya bermain Manchester United dengan karakter dan area ketajaman Romelu Lukaku? Ataukah sebaliknya?

Bukan hanya faktor pelatih dan strategi bermain, saya mencermati ucapan mantan bintang Manchester United yang “pulang kampung” ke Everton FC, Wayne Rooney.


Wayne Rooney pada laga pra-musim Everton, 13 Juli 2017 (Reuters)

Kata Wayne Rooney, Romelu Lukaku akan memasuki standar berbeda di Man. United. Sesuatu yang tak mudah untuk dihadapi sejumlah pemain baru United.

Apalagi, kini tak banyak pemain senior di Old Trafford yang “sanggup” menjaga standar bentukan Sir Alex Ferguson tersebut.

“Ada tradisi di United yang harus dipertahankan, dan semakin sulit saja untuk dilakukan,” kata Wayne Rooney.

Mungkin, karena Romelu Lukaku punya peran besar di Everton, klub idaman Wayne Rooney dan kini menampungnya kembali, ia memberi nasihat kepada striker asal Belgia itu.

“Bila ingin sukses di Man. United, Lukaku harus memperlihatkan mental  yang kuat di sana. Bermain untuk Man. United itu adalah sebuah ujian karakter. Klub itu selalu menuntut kesuksesan,” ucap Rooney.

Di Man. United, Romelu Lukaku harus mencari siapa rekan yang bisa menjadi pembimbingnya mengenal karakter dan tradisi tim dengan tepat.

Hal itu bisa membantu Lukaku mengeluarkan kemampuan terbaik dalam waktu cepat.

Di era sepak  bola modern saat ini, waktu beradaptasi di lingkungan baru sangat singkat.

Standar tinggi yang dibentuk Sir Alex Ferguson di Manchester United dengan sejarah kesuksesan angkatan Paul Scholes alias Class of ’92 bukan sesuatu yang mudah untuk disingkirkan dari benak penonton di Old Trafford.

Jadi, siapa yang akan membimbing Lukaku mengenal dan “bersahabat” dengan tradisi Manchester United@weshley