Pro-Kontra Penghapusan Aturan 50+1, Jerman Ingin Jadi seperti Inggris?

By Lariza Oky Adisty - Kamis, 8 Februari 2018 | 15:27 WIB
Pemain FC Bayern Muenchen merayakan kemenangan atas TSG Hoffenheim pada lanjutan Liga Jerman di Stadion Allianz Arena, Sabtu (27/1/2018). (GUNTER SCHIFFMANN/AFP)

Mereka mengadakan protes pada Januari 2018 untuk melawan wacana tersebut dan mengajukan berkas 50 halaman ke DFL untuk menjelaskan alasan mereka.

  • Nasib pemain muda dan tim nasional Jerman bagaimana?

Menghapus aturan 50+1 akan membuat Jerman seperti Inggris.

Ada konotasi positif dan negatif dalam kalimat ini.

Dari segi persaingan liga domestik, Liga Inggris selalu dianggap paling seru karena selalu ada 2-4 tim yang bersaing untuk jadi juara.

Hanya ada beberapa musim yang jadi pengecualian ketika satu tim betul-betul dominan di liga.

Liga Jerman pun berpotensi menjadi sama serunya dengan Liga Inggris tanpa aturan 50+1.

Dengan kekuatan finansial, ke-18 tim punya kesempatan mengumpulkan pemain bintang dan menyusun kekuatan.

Namun, andaikan itu terjadi, Jerman akan mengalami nasib seperti Inggris di level tim nasional.

Selama ini, klub Liga Jerman tidak bisa jorjoran belanja pemain dengan harga selangit.

Mungkin hanya 1-2 klub yang bisa berbelanja banyak di bursa transfer karena anggaran mereka lebih banyak.

Memanfaatkan pemain muda dari akademi sendiri pun jadi opsi untuk menambah kedalaman skuat mereka.

Apalagi, aturan di Jerman mewajibkan setiap klub punya akademi pemain.

Mereka juga harus memenuhi kuota pemain berkebangsaan Jerman di timnya. Kalau tidak memenuhi syarat ini, lisensi mereka dicabut.

Tim nasional Jerman adalah pihak paling diuntungkan dengan kebijakan itu.

Die Mannschaft tidak pernah kehabisan pemain berbakat.

Tahun 2017 bisa jadi contoh kejayaan Jerman. Mereka juara Piala Konfederasi 2017 dan Piala Eropa U-21 dengan mengandalkan pemain muda.

Pada 2014, Jerman malah juara di tiga ajang: Piala Dunia 2014 (tim nasional senior), Piala Eropa U-19, serta Piala Dunia Wanita U-20.

Kalau aturan 50+1 dicabut, sepak bola Jerman perlu memutar otak agar bakat-bakat muda dalam negeri tidak tenggelam dengan kedatangan bintang asing.

Jerman tentu tidak mau bernasib seperti tim nasional Inggris yang kerap sulit mencari pemain muda berbakat.

Apa penyebabnya? Karena pemain asli Inggris kalah saing dari pemain asing.

Pertanyaannya, dengan gambaran konsekuensi seperti itu, apa Jerman sudah yakin ingin jadi seperti sepak bola Inggris?

 

Isu pemecatan Antonio Conte sebagai pelatih Chelsea semakin merebak setelah The Blues kalah telak 1-4 dari Watford pada pekan ke-26 Liga Inggris, Senin (5/2/2018). Chelsea sebetulnya menutup tahun 2017 dengan berada di posisi ke-2 klasemen Liga Inggris. Tapi, rangkaian hasil buruk sepanjang 2018 membuat mereka kini merosot ke peringkat ke-4. Chelsea hanya sekali menang dalam lima pertandingan terbaru dan selalu kalah dalam dua laga terakhir. The Blues juga sudah tersingkir di babak semifinal Piala Liga Inggris. Bagaimana menurut kalian? #KTBFFH #chelseafc #chelsea #conte #antonioconte #london

A post shared by BolaSport.com (@bolasportcom) on