Ironi Barcelona dari Wales, Chairman yang Seharusnya Lengser Keprabon

By Senin, 21 Mei 2018 | 20:47 WIB
Bek Swansea City, Alfie Mawson (tengah), merayakan gol yang dia cetak ke gawang Liverpool FC dalam laga Liga Inggris di Stadion Liberty, Swansea, pada 22 Januari 2018. ( GEOFF CADDICK/AFP )

Kami terbawa ke kondisi itu (kesulitan finansial) karena kami mencoba bertahan hidup di liga.

"Tantangan pertama ketika masuk ke liga ini ialah, kamu rutin menghadapi lingkaran dua-tiga-tahun, dan jika kami ingin mempertahankan pemainmu kamu harus menaikkan gaji mereka.

"Kamu akan menemui saat di mana secara finansial klubmu aman, lalu datang periode ketika ekspektasi meningkat dan kau harus memulai memperbarui kontrak pemain.

"Seperti itu terus menerus. Tantangan itu harus dihadapi semua orang,” ujarnya mengakui.

Sang chairman menjelaskan itulah latar belakang penjualan Jonjo Shelvey pada Januari 2016.

Dua investor asal Negeri Paman Sam datang enam bulan setelahnya. Steve Kaplan dan Jason Levien diterima karena sanggup “memenuhi semua tagihan finansial klub”.

Ketika ditanya mengapa Kaplan dan Levien belum mengucurkan fulus untuk membeli pemain baru—seperti terlihat pada musim panas lalu, Jenkins berkilah, “Secara finansial kami sangat sentosa, lebih dari kapan pun.

Mereka juga tidak mengingkari apa pun yang mereka katakan saat pertama kali datang.

Mereka tertarik membeli klub ini sebab (mereka) melihat bagaimana kami beroperasi, kisah kami, serta perjuangan kami berproses selama bertahun-tahun. Itu menjawab pertanyaanmu, bukan?”

Bagaimanapun alibi Jenkins, klub terlihat kehilangan arah di jajaran paling atas manajemen, itu pun masih ditambah ketidakhadiran duo pemilik dalam operasional klub sehari-hari.

Tempo hari Jenkins pernah berkata, “Saya akan mempertimbangkan mengundurkan diri bahkan jika Swansea selamat.”

Sekarang tim Anda terdegradasi, Mr. Jenkins. Jadi lengser keprabon?

@najmul_ula.