Siklus Emas Tim Spanyol di Atap Eropa, Siapa Berikutnya?

By Beri Bagja - Minggu, 27 Mei 2018 | 14:04 WIB
Para pemain Real Madrid merayakan kesuksesan menjuarai Liga Champions setelah menaklukkan Liverpool FC 3-1 pada final di Stadion NSC Olimpiyskiy, Kiev, Ukraina, pada Sabtu (26/5/2018). (LLUIS GENE / AFP )

Pada akhirnya, otoritas besar itu hancur akibat kombinasi berbagai hal, seperti perlawanan intensif dari rival, friksi internal teritori kekuasaan, tuntutan independensi, korupsi, krisis finansial, konflik politik, dan lain-lain.

Setengah menujum, Sir Alex Ferguson pernah berpesan soal hal ini.

"Kesuksesan itu seperti siklus. Sekarang adalah dominasi Spanyol. Mereka terbaik, karena itulah mereka menang," kata mantan bos Manchester United itu.

"Namun, hal itu akan berubah. Bisa berubah," ucap sang opa yakin.

3 - Dalam 10 final terakhir di Liga Champions, hanya tiga kali wakil Spanyol absen di partai puncak, yakni pada 2010 (Inter Milan vs Bayern), 2012 (Chelsea vs Bayern), dan 2013 (Bayern vs Dortmund).

Ucapan Fergie memang disokong fakta sejarah bahwa setiap negara atau wilayah mendapatkan porsi era masing-masing dalam siklus kejayaan di Eropa.

Mundur jauh ke zaman 1950 dan 1960-an awal, dua negara Semenanjung Iberia, Spanyol dan Portugal, menguasai gelar Piala Champions antara 1956-1962.

Real Madrid punya lima trofi beruntun, sedangkan Benfica kebagian dua sisanya.

Dalam tujuh musim itu, wakil Spanyol bahkan selalu masuk final.

Siklus emas selanjutnya dialami Italia pada 1960-1969 dengan gelar di Piala Champions (AC Milan 2, Inter Milan 2), Piala Fairs - cikal bakal Piala UEFA/Liga Europa (AS Roma 1), dan Piala Winners (Fiorentina 1, Milan 1).

Kemudian kegemilangan Johann Cruyff meroketkan sepak bola Belanda pada periode 1968-1975.