Timnas Indonesia Dominan Serangan Sayap, Adakah Senjata Simpanan Luis Milla?

By Weshley Hutagalung - Rabu, 22 Agustus 2018 | 16:25 WIB
Gelandang tim nasional U-23 Indonesia, Febri Hariyadi, beraksi pada pertandingan lanjutan Grup A sepak bola Asian Games 2018 kontra Laos, di Stadion Patriot, Jumat (17/8/2018). (HERKA YANIS PANGARIBOWO/TABLOID BOLA)

  Benarkah taktik timnas sepak bola Indonesia di Asian Games 2018 membosankan dan monoton? Hasil pertandingan memberikan jawabannya.

Skor 3-1 yang dipetik timnas U-23 Indonesia atas Hong Kong di Stadion Patriot Chandrabhaga, Bekasi, pada Senin (20/8/2018) membawa Hansamu Yama Pranata dkk memimpin Grup A.

Keberhasilan Garuda melaju ke babak 16 untuk bertemu Uni Emirate Arab di Stadion Wibawa Mukti,Cikarang, (24/8/2018) bukan tanpa catatan miring.

Mengawali laga dengan kemenangan 4-0 atas Taiwan (12/8/2018), Stefano Lilipaly cs menghidupkan gairah pencinta sepak bola di Tanah Air.

Akan tetapi, 3 hari kemudian hasil yang didapat pasukan Luis Milla mengecewakan. Indonesia dibekap Palestina 2-1.

Dari bangku wartawan di Stadion Patriot, saya melihat gairah yang seolah redup dari kubu Garuda Merah Putih. Benarkah? Dampak keletihan atau risiko rotasi starting line-up?

(Baca Juga: Benarkah Luis Milla Sudah Paham Karakter Uni Emirat Arab)

Pada 17 Agustus 2018, di tempat yang sama, striker naturalisasi asal Brasil, Alberto Goncalves da Costa (37 tahun), memberikan kado indah perayaan ulang tahun Republik Indonesia yang ke-73.

Beto, demikian ia dikenal, mencetak gol pembuka kemenangan 2-0 Indonesia atas Laos. Satu lagi gol lahir dari bek Ricky Fajrin.

Kepastian posisi Indonesia sebagai juara Grup A muncul lewat gol Irfan Jaya, Stefano Lilipaly, dan Hanif Sjahbandi ke gawang Hong Kong.

Ketiga gol Indonesia lahir di babak II setelah di paruh pertama laga gawang Andritany Ardhiyasa bobol oleh bek Hong Kong, Lau Hok Ming (39’).

Penonton di Stadion Patriot kembali bersorak mengelu-elukan timnas U-23 Indonesia. Nama pemain seperti Stefano Lilipaly kembali dinyanyikan.

Namun, sejumlah penonton dan beberapa rekan wartawan menyoroti performa timnas u-23 Indonesia di babak I.

Serangan Indonesia yang dominan dari kedua sayap, terutama sisi kiri permainan, mentah oleh pertahanan rapat milik Hong Kong.

Rezaldi Herhanussa dan Febri Hariyadi mendapat sorotan tajam. Kontribusi keduanya dalam mengalirkan bola ke kotak penalti Hong Kong jauh dari harapan.

(Baca Juga: Pesona 6 Pemain Muda Terbaik Liga 1 Musim 2018 di Timnas U-23 Indonesia)

Malam itu, akurasi umpan silang Rezaldi, Pemain Muda Terbaik Liga 1 2017, jauh dari kemampuan terbaik miliknya.

Tusukan-tusukan Febri juga tak terlihat ampuh mendekati kotak penalti Hong Kong.

Cerita di babak II memang berbeda.

Walau masih terlihat memaksa aliran serangan dari kedua sayap, variasi serangan Indonesia akhirnya berbuah manis.

Di awal babak II, sodoran Lilipaly dari dalam lingkaran tengah lapangan kepada Irfan Jaya mengawali perubahan situasi di lapangan.

Dari situasi tertekan, timnas U-23 Indonesia berbalik mengambil kendali permainan. Hasil akhir 3-1.

Usai laga, pelatih Luis Milla menyebut strategi tim asuhannya di hadapan wartawan dalam jumpa pers.

Kata sang pelatih, sejak awal strategi yang disusun adalah mengajak lawan untuk terus berlari sehingga fisik mereka terkuras.

Luis Milla mengatakan, kekuatan timnas adalah kecepatan pemain seperti Febri Hariyadi,  Irfan Jaya, hingga Saddil Ramdani.

(Baca Juga: Jelang Hadapi UEA, Timnas Indonesia Perbaiki Umpan Silang)

Strategi gempuran dari sayap yang oleh sebagian pihak dicap monoton, oleh Luis Milla disebut taktik yang memang disiapkan sejak awal.

“Kekuatan tim ini adalah kecepatan di kedua sayap,” ucapnya di ruang jumpa pers.

Di lorong mixed zone Stadion Patriot, saya menghentikan asisten pelatih timnas U-23 Indonesia, Bima Sakti.

Saya menanyakan strategi permainan timnas di babak I yang gagal berbuah hasil serta perubahan signifikan di babak II.

Bima Sakti menjawab hal senada dengan Luis Milla. Katanya, timnas memang sengaja ingin membuat lawan letih dengan gaya bermain melebar di kedua sisi lapangan.

Kata Bima, ketika lawan sudah mulai letih dan berkonsentrasi untuk menutup serangan Indonesia dari kedua sisi pertahanan mereka, tusukan dari tengan menjadi senjata kejutan.

Dor! Benar saja. Indonesia menyamakan kedudukan di awal babak II berkat keleluasaan bermain di area tengah lapangan.

Pergantian pemain pun tampaknya menjadi salah satu kunci Indonesia lolos ke babak 16 besar Asian Games 2018.  

Kemudian, pertanyaan wajar yang muncul adalah: akankah taktik bermain melebar dan pergantian pemain di babak II ampuh untuk melumpuhkan Uni Emirat Arab?

Pertanyaan berikut, apa senjata alternatif Luis Milla ketika tim lawan memiliki “penawar” untuk taktik timnas U-23 Indonesia?

Penampilan UEA di Grup C Asian Games 2018 tidak bisa disebut mengerikan.

Tim UEA diasuh Maciej Skorza asal Polandia. Ia bertugas sejak Maret 2018. Tentu kalah “pengalaman” dibanding Luis Milla yang sudah memegang timnas Indonesia sejak Januari 2017.

Grup C dihuni 4 tim, masing-masing bertarung sebanyak 3 kali. UEA memulai perjuangan dengan hasil minor, kalah 0-1 dari Suriah.

Di laga kedua, UEA menekuk Timor Leste dengan skor 4-1. Sebanyak 3 gol tercipta dalam 19 menit awal.

Pada pertandingan ketiga, UEA menelan kekalahan 1-2 dari China. Lagi-lagi gol UEA tercipta di babak I.

Nah, perhatikan 3 gol yang bersarang ke gawang Indonesia dalam 4 laga di Grup A. Dua gol terjadi di babak I.

Produktivitas UEA memang tak bisa disebut mengerikan. Namun, kebiasaan mereka mencetak di babak I dan pertahanan kita yang banyak bobol di 45 menit pertama tentu menjadi catatan khusus.

Bila taktik mengajak lawan bertarung di kedua sisi dengan harapan menguras fisik lawan gagal, tentu kita berharap Luis Milla masih memiliki taktik alternatif untuk menyingkirkan UEA.

Ayo, Garuda Muda, mari ke perempat final Asian Games 2018.