Antonio Conte Melawan Juventus, Kala Hati dan Kepala Beradu

By Anggun Pratama - Kamis, 3 Oktober 2019 | 16:28 WIB
Pelatih Inter Milan, Antonio Conte, saat konferensi pers International Champions Cup 2019 jelang laga lawan Manchester United di National Stadium, Singapura, Jumat (19/7/2019). (BAGASKARA SETYANA/BOLASPORT.COM)

BOLASPORT.com - Memiliki tinggi 178 cm, berat 73 kg, Antonio Conte bukanlah sosok yang terlalu besar sebagai pesepak bola. Ia bahkan terlihat agak kurus. Tekniknya pun biasa saja. Cukuplah buat standar pemain di level Serie A.

Modal itu saja jelas tak cukup agar bisa dianggap sebagai legenda Juventus.

Kualitas fisik dan teknik memang bukan jualan utama Conte sebagai pesepak bola. Ia punya kemampuan jempolan di sisi mental.

Kala masih aktif, ia sangat menonjolkan keagresifan serta kecerdasan taktik. Determinasi, kegigihan, ditambah sifat pantang menyerahnya kala berlaga seolah menjadi mesin bagi tim yang ia perkuat sebagai pemain.

Tak heran bila Giovanni Trapattoni, pelatih Juventus kala itu, lantas terpikat buat menarik Conte dari Lecce pada November 1991. Keputusan berani mengingat Lecce ada di Serie B.

Conte cuma mendapatkan satu gelar Piala UEFA (1993) bareng Trapattoni di Juve, tetapi menurut The Guardian, periode ini penting bagi pengembangan dirinya sebagai pemain.

Wajar, pemuda 21 tahun itu datang dari lingkungan sederhana di Lecce beralih ke berlatih bareng pemain bintang seperti Toto Schillaci dan Roberto Baggio.

Baca Juga: COD Mobile Telah Dimainkan Hampir 39 Juta Kali di Hari Pertama

“Ada Si Hebat Trapattoni, ada Baggio. Saya sangat emosional. Saya seperti separuh pemain, separuh fan,” kata pria kelahiran Lecce pada 31 Juli 1969 itu.

Nama Conte makin sinonim dengan Juve ketika Marcello Lippi datang pada 1994. Kekuatan mental Conte cocok dijadikan kapten klub menggantikan jabatan Gianluca Vialli.

Gaya bermainnya yang liar, penuh energi, seolah tak kenal lelah menjadikannya seperti satu-satunya pemain kotor Juve di antara seniman seperti Zinedine Zidane dan Del Piero.

Total 419 penampilan ia torehkan bersama Si Nyonya Tua.

Ada 44 gol, ditambah 5 scudetto, 1 Coppa Italia, 1 Liga Champion, sebiji Piala UEFA dan dua Piala Super Italia menjadi sumbangsih Conte buat Juventus selama 13 tahun kariernya.

“Saya ingin mengakhiri karier saya hanya dengan mengenakan dua kostum: Juve dan Lecce. Saya sadar kondisi itu akan sangat sulit mengingat atmosfer sepak bola saat ini yang sudah sangat berbeda,” katanya di tahun-tahun terakhir karier sebagai pemain.

Nyatanya, ia memenuhi ucapan itu saat pensiun pada ujung musim 2003-04. Sebesar itu cintanya pada Juventus. Fan dan klub pun menghargai jasanya.

Baca Juga: VIDEO - Lihat! Umpan Brilian Lionel Messi yang Sukses Dieksekusi Suarez

Conte memang bukan kapten elegan semacam Alex Del Piero, atau kampiun seperti Gianluigi Buffon. Namun, Conte pasti masuk dalam kategori kapten yang dicintai oleh fan Juventus.

Buktinya, ia mendapatkan sebuah bintang di Allianz Stadium sebagai tanda legenda klub.

Pejuang Tanpa Lelah

Conte kembali ke Juventus di waktu yang tepat.

Allianz Stadium resmi dipakai sebagai kandang Juve pada 2011 (saat itu masih bernama Juventus Stadium). Conte datang sebagai pengganti Luigi Delneri.

Tak ada ekspektasi besar Conte ternyata bakal menjadi peletak dasar dominasi Juve selama sewindu di Serie A.

Maklum, Si Nyonya Tua sedang menjalani masa buruk usai calciopoli.

Presiden Juventus, Andrea Agnelli, menyebut Conte hanyalah salah satu kepingan puzzle dalam misi mengembalikan kejayaan klub.

Namun, secara luar biasa Juventus langsung juara dengan status tak terkalahkan di musim 2011-12. Di 2013-14 malah makin gila karena Juve juara Serie A dengan catatan 102 poin yang menjadi rekor poin tertinggi di Italia.

Karakter pejuang, tak mau kalah yang ia tunjukkan saat masih menjadi pemain, terbawa sebagai pelatih dan tim yang ia besut.

“Saya terkejut dengan karakter tersebut meski saya sudah tahu karena pernah bermain bersama. Saya tak pernah membayangkan ia datang dengan persiapan luar biasa,” ucap Pavel Nedved, direktur Juventus, yang pernah menjadi rekan setim seperti dikutip dari Goal.com.

"Ia berhasil menyalurkan karakter, hasrat untuk menang dan sikap pantang menyerah pada tim," lanjutnya.

Di akhir musim ketiga, Conte pergi. Tiga scudetto berurutan berhasil ia persembahkan plus dua Piala Super Italia pada 2012 dan 2013 kepada Juve tercintanya.

Bukan Buat Sembarang Orang

Ia lantas menjadi pelatih timnas Italia, Chelsea, dan kini Inter Milan!

Sebagai Juventino tulen sejak kecil, Conte benar-benar membuat keputusan besar nan berani.

Juve dan Inter tak bisa disatukan. Sejarah rivalitas yang sampai memicu lahirnya julukan derby d’Italia kala kedua tim bertemu, hingga kasus calciopoli sudah menjadi cerminan betapa kedua klub saling benci.

Fan Juve meminta bintang Conte di Allianz Stadium agar dicopot.

Baca Juga: Impikan Reuni, Sarri Inginkan Gelandang Chelsea Ini Berada di Juventus

Dari kubu Inter pun ada penolakan, meski tak sekeras dari Juve.

Marco Materazzi di awal penunjukkan mengingatkan, “saya harap Conte bisa memenangi hati interista, yang pasti tak akan mudah. Masa lalu tak bisa dihapus atau dilupakan.”

“Namun, bila rasa lapar, komitmen dan hasrat Conte buat memenangi sesuatu dengan warna biru-hitam terwujud, ia akan dicintai oleh fan. Bola ada di tangannya buat memenangi kepercayan fan Inter,” ucap Materazzi lagi.

Hingga 6 giornata, rasanya fan Inter sudah melihat Conte memang profesional dalam menjalani pekerjaannya. Karakter petarung yang ia miliki sebagai pemain sudah terlihat di Inter.

TWITTER.COM/SQUAWKA
Ekspresi Antonio Conte ketika Romelu Lukaku sukses mencetak gol penutup dalam kemenangan 2-0 Inter Milan atas AC Milan di San Siro, akhir pekan lalu.

Pun dengan agresivitas plus sikap enggan menyerah.

Ujian besar Mister Conte hadir pada Ahad (6/10/2019) ketika Juventus datang ke Giuseppe Meazza. Inilah saat kepala dan hati harus berbenturan.

Kepala jelas menginginkan Inter menang demi profesionalitas serta reputasi sebagai pelatih top, sementara hati jelas mau Juventus menang dan terus mendominasi Italia.

Tetapi, seperti slogan Inter musim ini, “not for everyone”, Conte memang bukan pelatih sembarangan. Tak semua orang punya nyali sebesar dirinya.

Legenda Juventus, yang melatih Inter, dan bertekad mengembalikan kejayaan I Nerazzurri plus menghentikan monopoli Si Nyonya Tua.

Ada yang bilang, satu-satunya sosok yang bisa menghentikan dominasi Juventus di Serie A adalah sosok yang pertama kali menciptakannya: Conte!