Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers

Menantikan Sejarah Saat Korea Utara Menjamu Korea Selatan di Pyongyang

By Muhammad Robbani - Minggu, 13 Oktober 2019 | 20:10 WIB
Heung Min-son saat beraksi bersama timnas Korea Selatan pada ajang Asian Games 2018 di Stadion Si Jalak Harupat (SJH), di Soreang, Kabupaten Bandung. (YONHAPNEWS)

BOLASPORT.COM - Sejarah akan tercipta pada matchday keempat Grup H Kualifikasi Piala Dunia 2022 zona Asia saat timnas Korea Utara (Korut) jumpa timnas Korea Selatan (Korsel).

Pertandingan tersebut rencananya akan digelar di Stadion Kim Il-sung, Pyongyang, Selasa (15/10/2019), pukul 15.30 WIB.

Jika digelar sesuai rencana, maka pertandingan tersebut akan menjadi catatan pertama kalinya buat Korut menjamu Korsel dalam sebuah ajang resmi.

Kedua negara sebenarnya sudah sering bertemu dalam berbagai ajang, namun Korsel belum pernah merasakan jamuan Korut.

Sejak 1978, keduanya sudah saling berhadapan sebanyak 15 kali pada berbagai ajang resmi seperti Asian Games 1978, Piala Asia 1980, Kualifikasi Piala Dunia 1990, Dynasty Cup 1990, Dynasty Cup 1992.

Lalu Kualifikasi Piala Dunia 1994, EAFF Championship 2005, 2005 Korean liberation commemoration match, EAFF Championship 2005, dan terakhir Kualifikasi Piala Dunia 2010.

Di luar agenda EAFF, AFC, dan FIFA, pertemuan Korut dan Korsel pada laga persahabatan baru sekali terjadi dan itu digelar di Pyongyang pada 1990, namun itu bukan ajang resmi di bawah naungan FIFA.

Maka dari itu, banyak suara keraguan apakah Korut bakal bersedia menggelar laga nanti melawan Korsel di negara mereka sendiri.

Penulis sepak bola Asia asal Australia, John Duerden, lewat tulisanya yang dimuat APNews pada 18 September 2019, menyoroti kebingungan KFA (Asosiasi Sepak Bola Korea Selatan) soal laga tandang mereka melawan timnas Korut.

Pihak KFA sangat berharap mereka bisa bepergian ke Korut meski kedua negara tak punya hubungan diplomatik.

"Ketika Korut bersedia menerima dan menentukan lokasi penjemputan visa, maka kami akan menyiapkan segalanya," tulis pernyataan resmi KFA saat itu.

"Kami juga sudah submit ke Kementerian Unifikasi soal daftar hal yang perlu kami siapkan untuk bisa pergi ke Korut," tulis pernyataan lanjutan KFA.

Berkaca dari pengalaman tahun 2008, Korut pernah memindahkan dua laga kandang mereka melawan Korsel pada ajang Kualifikasi Piala Dunia 2010.

Saat itu Korut dan Korsel ditakdirkan dua kali berada di grup yang sama pada putaran ketiga dan keempat Kualifikasi Piala Dunia 2010.

Dua kali pula Korut menolak menjamu Korsel dan memindahkan laga kandang mereka ke Shanghai, China.

Alasannya, Korut menolak bendera dan lagu kebangsaan dari Korsel berkumandang di negara mereka.

Padahal lagu kebangsaan mereka hampir identik dalam hal penamaan dan sama-sama diartikan sebagai 'Lagu Patriotik'.

'Aegukka' milik Korut dan 'Aegukga' milik Korsel sepintas memberikan kesan sama meski isi dan makna dari lirik keduanya berbeda.

Baca Juga: Kualifikasi Piala Dunia 2022 – Jepang Menang 6-0, Korsel Pesta 8 Gol

Etnis dan bahasa mereka sama, namun ada jurang besar yang memisahkan mereka sejak terpecahnya dua Korea buntut dari Perang Dunia II dan dimulainya Perang Dingin.

Dua aktor utama Perang Dingin yakni Uni Soviet dan Amerika Serikat (AS) memainkan peran dalam terpisahnya dua Korea.

Uni Soviet datang ke wilayah Korea bagian utara, sementara Amerika Serikat (AS) memberikan pengaruhnya di Korea bagian selatan.

Sejak saat itu, Korea Utara dan Korea Selatan terpisah dan menjadi entitas dua negara yang berbeda.

Pemimpin pertama Korut, Kim Il-sung memilih Juche (self reliance) menjadi idelogi negara yang dipercaya diadopsi dari pemikiran Marxism–Leninism.

Sementara Korsel yang mendapat pengaruh dari AS pun tentu punya ideologi yang bertolak belakang dengan Korut.

Dalam pemberitaan media-media barat, warga Korut digambarkan sebagai orang-orang yang terkekang, tak pernah menikmati kebebasan, dan terus mengonsumsi propaganda pemerintah.

Akses terhadap dunia luar ditutup, termasuk menikmati internet, menyaksikan film luar, atau mendengarkan lagu asing.

Hanya kalangan-kalangan elit yang bisa menikmati semua hal di atas, dan itu kabarnya itu pun terbatas hanya kepada mereka yang tinggal di Pyongyang.

Lamanya perpisahan kedua negara pun kini mulai menyebabkan adanya sedikit perbedaan dari Bahasa Korea.

Orang-orang Korut kerap kebingungan ketika berkomunikasi dan mendengar ucapan orang Korsel bicara, begitupun sebaliknya.

Bahasa terus berkembang, termasuk di Korut dan Korsel, dan tertutupnya akses akan hal tersebut pun kini menjadi pemisah kedua negara.

Tak heran kalau orang-orang Korut kerap terkejut saat melarikan diri (defector) ke Korsel dan melihat betapa berbedanya kondisi asal mereka dengan dunia luar.

Di luar hubungan panas kedua negara, sebenarnya mereka saling mendukung satu sama lain di dunia olahraga dan sepak bola, dengan syarat tidak saling berhadapan.

Hal tersebut setidaknya bisa dilihat lewat dukungan yang diberikan dua Korea terhadap satu sama lain dalam suatu pertandingan.

Sebagai sesama etnis Korea, penduduk Korut bisa ikut senang dan bangga kala timnas Korsel bisa berbicara banyak di pentas Piala Dunia 2002.

Embed from Getty Images

Para pemain timnas Korut pun pernah menyatakan dukungannya kepada timnas Korsel pada Kualifikasi Piala Dunia 2010.

Itu terjadi pada matchday terakhir putaran keempat Kualifikasi Piala Dunia 2010 saat timnas Korsel menjamu timnas Iran.

Saat itu timnas Korut mendukung timnas Korsel melawan timnas Iran karena akan berpengaruh terhadap peluang mereka lolos ke Piala Dunia 2010.

Timnas Korsel sempat tertinggal 0-1 pada menit ke-52 lewat gol Masoud Shojaei sebelum disamakan oleh Park Ji-sung pada menit ke-82.

Padahal pertandingan terakhir tersebut sudah tidak berpengaruh buat Korsel yang dipastikan lolos ke Piala Dunia 2010 sebagai juara Grup B putaran keempat Kualifikasi.

Pada akhirnya laga Korsel Vs Iran pun berakhir dengan skor 1-1 dan timnas Korut pun hanya membutuhkan hasil imbang di kandang timnas Arab Saudi untuk menjadi runner-up Grup B.

"(Gol) Park Ji-sung menjadi 'assist' terbaik buat kami, dia memberikan kami kesempatan besar untuk lolos (ke Piala Dunia 2010)," kata Jong Tae-se, pemain timnas Korut saat itu, dikutip dari The Guardian

"Saat itu saya bersama Ahn Yong-hak (di kamar hotel di Arab Saudi), kami saling berpelukan, dan loncat-loncat ketika Park Ji-sung mencetak gol," ujarnya menambahkan.

"Kami hanya membutuhkan hasil imbang (Vs tuan rumah timnas Arab Saudi) dan saya yakin kami bisa melakukannya," katanya lagi.

Harapan Jong Tae-se terwujud, timnas Korut mampu menahan imbang timnas Arab Saudi dengan skor 0-0 dan membuat mereka menjadi runner-up Grup B sekaligus lolos ke Piala Dunia 2010.

"Pada akhir pertandingan, kami sangat senang dan saya menangis lama sekali. Rencananya saat pulang ke Hotel, kami ingin minum-minum dan berpesta," tutur pemain Shimizu S-Pulse di J1 League itu.

"Tapi ternyata, kami semua sudah sangat kelelahan dan hanya makan malam, lalu tertidur lelap," ucap pemain yang menangis kala menyanyikan lagu Anthem Korut di Piala Dunia 2010 itu.

11 tahun sejak terakhir kali menjamu Korsel, kini Korut ditakdirkan bertemu Taegeuk Warriors lagi.

Laga itu hampir dipastikan akan digelar di Korut, tetapi ada banyak batasan dari pemerintah setempat terkait kehadiran Korsel di Pyongyang.

Fans dan media dari Korsel kabarnya dilarang untuk turut menghadiri laga tersebut.

Meski bendara Korsel dan Aegukga pada akhirnya akan berkibar dan berkumandang di Korut, namun dipastikan tak akan ada chant-chant 'Daehan Minguk' yang biasa disuarakan oleh pendukung timnas Korsel.

Keadaan makin sulit buat pihak Korsel untuk memantau partai itu lantaran jarang sekali pertandingan di Korut disiarkan secara langsung, apalagi untuk diakses dunia luar.

Tak pernah ada cuplikan pertandingan yang melibatkan timnas atau klub-klub Korut di ajang internasional saat mereka memainkan laga kandang.

Padahal FIFA, terlebih AFC selalu menampilkan semua pertandingan klub dan timnas yang berada di bawah naungan mereka.

BolaSport.com pun hanya menemukan satu cuplikan pertandingan April 25 SC sebagai perwakilan Korut melawan Erchim FC pada Piala AFC 2017.

Padahal April 25 sudah reguler bermain di Piala AFC sejak 2017 dan selalu berhasil maju minimal ke babak Inter-Zone Play-off Semi Final.

Bahkan untuk edisi 2019 ini, mereka tampil hingga ke babak final dan akan berhadapan dengan Al-Ahed dari Libanon pada 2 November mendatang.

Bandingkan dengan Persija Jakarta yang baru tampil dua edisi Piala AFC pada 2018 dan 2019.

Semua cuplikan pertandingan Macan Kemayoran di ajang tersebut tersedia pada saluran resmi AFC di Youtube.

Bagaimanapun, olahraga terkhusus sepak bola bisa menjadi jembatan kedua negara untuk mengenal satu sama lain.

Asian Games 2018 di Jakarta menjadi buktinya kala 'Korea Bersatu' bertanding atas nama 'satu Korea' dalam satu tim.

Pemain Home United yang berasal dari Korsel, Song Ui-young pernah merasakan bermain di Pyongyang kala timnya dijamu April 25 di Stadion Kim Il-sung, pada ajang Piala AFC 2018.

 
 
 
View this post on Instagram
 
 

. The AFC inter zone semi-final 1RD VS 4.25 (북한)???????? 2:0으로 진 경기였지만, 따뜻한 기억으로 남을 것이다. . 북한 팀 선수들,코칭스태프가 먼저 와서 안부를 묻고 같은 나라 선수끼리 뛸 수 있다는게 기쁩니다. 라고 말하는데 경기 끝나고 생각해보니 왜 인지 모르게 뭉클하기까지 했다. . 평양에 꼭 와서 한번 더 경기 했으면 좋겠다고.. 짧은 만남이였지만,정말 따뜻한 만남이였다. 이분들에게 고맙고 또 따뜻하게 웃어주시면서 다가와주셔서 감사했다..! . 그리고 축구로 인해 이런 값진 경험을 할수 있다는 것에 감사하다. . Different but Same.. . Going to Pyongyang soon for 2nd #Southkorea #Northkorea

A post shared by 송의영 Song Uiyoung (@song_uiyoung10) on

Tanpa medium olahraga dan sepak bola, rasa-rasanya sulit membayangkan Jong Tae-se, Song Ui-young, ataupun Son Heung-min bakal berhadapan satu sama lain dengan 'Korea yang lain'.

Soal melunaknya Kim Jong-un sebagai supreme leader Korut, yang mau menerima timnas Korsel bermain di Pyongnyang disebut-sebut bermuatan misi diplomatik.

Apalagi, ada kabar tentang bakal majunya Korut dan Korsel menjadi calon tuan rumah bersama untuk Piala Dunia Wanita 2023.

Mulai mencairnya hubungan Kim Jong-un dengan Korsel sudah beberapa kali terlihat kala dirinya mau menerima kehadiran Moon Jae-in (Presiden Korsel) di area Demilitarization zone (perbatasan Korut dan Korsel) sejak April 2018 silam.

Embed from Getty Images

Sejak saat itu, Korut dan Korsel terus berupaya mendekatkan diri terutama lewat medium olahraga dan sepak bola.

"Sepak bola punya kekuatan unik untuk membangun kebersamaan dan semangat fair play. Kami harap itu juga bisa terlihat pada 15 Oktober di Pyongyang," kata juru bicara FIFA terkait laga timnas Korut Vs Korsel di Pyongyang.

 
 
 
View this post on Instagram
 
 

Berikut ini adalah Best XI pekan ke-22 Liga 1 2019 versi @bolasportcom #liga12019 #Liga1 #BanggaSepakBolaKita

A post shared by BolaSport.com (@bolasportcom) on

Nikmati berita olahraga pilihan dan menarik langsung di ponselmu hanya dengan klik channel WhatsApp ini: https://whatsapp.com/channel/0029Vae5rhNElagvAjL1t92P