Angkat Besi Konsisten Beri Prestasi, Pemerintah Sah Saja Berpaling dari Sepak Bola

By Rinaldy Azka Abdillah - Kamis, 5 Agustus 2021 | 11:15 WIB
Atlet angkat besi, Eko Yuli Irawan, berpose dengan medali perak yang diraihnya pada lomba nomor 61kg putra Olimpiade Tokyo 2020 di Tokyo International Forum, Jepang, 25 Juli 2021. (NOC INDONESIA)

BOLASPORT.COM - Dalam ajang Olimpiade Tokyo 2020, atlet Indonesia sukses menyumbangkan satu emas, satu perak juga tiga perunggu.

Atlet badminton ganda putri Indonesia menjadi satu-satunya penyumbang emas untuk Merah Putih saat ini.

Dari total lima medali yang didapat, cabang olahraga angkat besi menjadi yang terbanyak menyumbang medali.

Cabor tersebut total memberikan tiga medali untuk Indonesia.

Baca Juga: Sambut Liga 1 2021, Skuad PSM Makassar Langsung Panaskan Mesin

Medali yang diraih cabor angkat besi sukses ditorehkan oleh Eko Yuli Irawan (Perak), Rahmat Erwin Abdullah (Perunggu), dan Windy Cantika Aisah (Perunggu).

Sementara satu medali lagi diberikan oleh atlet badminton putra perorangan, Anthony Sinisuka Ginting yang meraih Perunggu.

Dengan catatan tersebut sebenarnya tak salah jika pemerintah mulai berpaling dari sepak bola ke angkat besi.

Pasalnya kini angkat besi cukup konsisten memberikan prestasi untuk Indonesia.

Baca Juga: Saddil Ramdani dkk Raih Hasil Imbang, Klub Legenda Timnas Indonesia 5 Laga tanpa Kemenangan di Liga Malaysia

Buktinya pada ajang Asian Games 2018, para atlet angkat besi berhasil memberikan setidaknya tiga medali.

Ketiga medali tersebut disumbangkan oleh Eko Yuli Irawan (medali emas), Sri Wahyuni Agustiani (medali perak), dan Surahmat bin Suwoto Wijoyo (medali perunggu).

Pada Olimpiade Rio de Janeiro 2016 pun Eko Yuli Irawan (medali perak) dan Sri Wahyuni Agustiani (medali perak) sukses memberikan medali untuk Indonesia.

Baca Juga: Sponsor Utama Liga 1 2021-2022 akan Diumumkan 12 Agustus

Bisa dikatakan, sejak tahun 2010 cabor angkat besi selalu sukses memberikan medali untuk Indonesia baik di SEA Games, Asian Games, maupun Olimpiade.

Hal itu lah yang semestinya disadari oleh pemerintah untuk mulai memberikan perhatiannya kepada cabor angkat besi.

Pasalnya ada cerita miris di balik usaha Rahmat Erwin Abdullah kala tampil di Olimpiade.

Sempat ramai diperbincangkan soal fasilitas latihan Rahmat Erwin Abdullah yang justru jauh dari kata yang semestinya.

Baca Juga: Bagus Kahfi Mengejar Tantangan Baru di Benua Eropa, Selamat Berjuang

Berbeda dengan Badminton yang fasilitasnya menjadi salah satu yang terbaik di antara cabor yang ada di Indonesia.

Begitu juga dengan fasilitas para atlet sepak bola yang selalu diberikan pelayanan kelas A baik soal latihan juga penginapan.

Seolah berbanding terbalik dengan apa yang didapat oleh Rahmat Erwin Abdullah.

Sebagai olahraga paling popular di Indonesia, seharusnya sepak bola dapat memberikan prestasi yang lebih dari sekarang.

Baca Juga: Sebelum Terlambat, Kompetisi Sepak Bola Dalam Negeri Harus Kembali

Apalagi di tabel peringkat FIFA, Indonesia hanya bertengger di posisi ke-173.

Bahkan tim asuhan dari Shin Tae-yong tersebut berada di bawah negara yang kita saja tidak tahu letaknya berada di mana.

Contohnya seperti Belize, Vanuatu, Bermuda, Mauritius, Kaledonia Baru, Eswatini, Burundi dan masih banyak lagi.

Posisi tersebut seakan menjelaskan bahwa popularitas yang didapat justru berbanding terbalik dengan prestasi yang diraih.

Baca Juga: Boleh Berencana, tapi Covid-19 Tetap Menghantui Nasib Liga 1

Terlebih timnas Indonesia sudah cukup lama menghuni peringkat 170-an.

Prestasi terakhir yang diraih oleh timnas Indonesia sendiri adalah medali perak di SEA Games 2019.

Sayangnya raihan tersebut tidak dapat membantu timnas Indonesia untuk bisa naik peringkat di posisi FIFA.

Alasannya karena SEA Games tidak masuk ke kalendar FIFA.

Baca Juga: Sponsor Utama Liga 1 2021-2022 akan Diumumkan 12 Agustus

Dengan kata lain gelaran SEA Games tak dianggap oleh FIFA sehingga prestasi yang diraih pun tak berpengaruh ke daftar peringkat mereka.

Atas dasar itu peringkat Indonesia tak bergerak sama sekali di peringkat FIFA.

Soal catatan mayor, timnas Indonesia terakhir kali meraihnya di ajang Piala Asia U-19 pada tahun 1961.

Sejak saat itu Indonesia belum pernah lagi meraih gelar di mayor turnamen.

Baca Juga: Ada Satu Klub Liga 1 yang Dapat Kekhususan di Liga 1 2021-2022

Padahal anggaran yang diberikan pemerintah untuk PSSI saat ini terbilang cukup besar, yakni Rp 50 miliar.

Berbeda dengan para langganan medali, Persatuan Bulutangkis Seluruh Indonesia (PBSI) dan Perkumpulan Angkat Besi Seluruh Indonesia (PABSI) yang hanya mendapatkan anggaran Rp 18 miliar dan Rp 10 miliar.

Namun timnas Indonesia sendiri bukan tanpa harapan, di bawah kepelatihan Shin Tae-yong dipercaya Evan Dimas cs dapat berkembang lebih baik.

Belum lagi Shin Tae-yong sendiri merupakan pelatih dengan popularitas kelas dunia karena pernah memimpin Korea Selatan di ajang Piala Dunia.

Baca Juga: Menanti Tangan Dingin Shin Tae-yong di Kualifikasi Piala Asia U-23

Ajang SEA Games, Piala AFF, Kualifikasi Piala Asia dan Piala Dunia menjadi pembuktian Shin Tae-yong untuk bisa mencatatkan prestasi gemilang.

Jika nantinya di antara ajang tersebut timnas Indonesia bisa keluar sebagai juara, maka taji sepak bola bisa dibilang masih dapat diperlihatkan.

Sebaliknya, jika gagal justru akan membuat timnas Indonesia terkubur di posisi 170-an dalam peringkat FIFA.

Baca Juga: Pemain Timnas U-19 Indonesia Dinilai Belum Cukup Mental Berkarier ke Korea Selatan

Pasalnya terkesan percuma jika popularitas menjadi nomor satu di Indonesia, tetapi prestasi tetinggal di antara cabor lain.

Dengan akan digulirkannya Liga 1 2021, semoga menjadi lecutan semangat sehingga ke depqnnya dapat mendatangkan prestasi di beberapa gelaran yang diikuti.

Semangat selalu sepak bola, kita harap prestasi dapat diraih sehingga keraguan masyarakat pun dapat terjawab.

Baca Juga: Olimpiade Tokyo 2020 - Spanyol Terakhir Kali Juara bareng Pep Guardiola, Luis Enrique, dan Pelatih Mitra Kukar

 
 
 
Lihat postingan ini di Instagram
 
 
 

Sebuah kiriman dibagikan oleh BolaSport.com (@bolasportcom)