Pensiunnya Marcus Fernaldi Gideon dan Warisan Semangat Juang yang Sayangnya Mulai Luntur

By Ardhianto Wahyu Indraputra - Sabtu, 9 Maret 2024 | 15:00 WIB
Marcus Fernaldi Gideon, berpose dengan jersi tim Indonesia untuk Olimpiade Tokyo 2020. (BADMINTON INDONESIA)

"Saya dianggap sebelah mata karena postur tubuh yang tidak tinggi dan bahkan prestasi saya boleh dikatakan 'biasa' saja jika dibandingkan dengan kawan-kawan saya lain."

Diragukan, Marcus tidak pernah tinggal diam.

Salah satu keputusan nekat diambil saat dia keluar dari Pelatnas pada 2013 karena tidak dikirim ke All England Open sementara rekannya yang peringkatnya lebih rendah didaftarkan.

Harus bermain secara independen di usia 22 tahun tak membuat Marcus ngeri. Pembuktian pun berhasil diraihnya dengan pencapaian bersejarah bersama mendiang Markis Kido.

Duet Markis/Marcus membuat sensasi saat menjuarai French Open 2013, turnamen Superseries. Padahal, tak cuma datang sebagai underdog, mereka memulai dari babak kualifikasi!

Demikian juga saat menapaki prestasi tinggi dengan Kevin, Marcus tidak benar-benar berpangku tangan dan tetap berjuang.

Berpasangan dengan Kevin yang punya bakat lebih besar, pemain jebolan PB Tangkas dan Jaya Raya itu rela berlatih lebih keras untuk mengimbangi.

"Dia (Kevin) sangat terampil dari sudut pandang saya," ujar Marcus dalam podcast The Badminton Experience bareng Anders Antonsen dan Hans-Kristian Solberg Vittinghus.

"Jika saya harus melatih sesuatu selama delapan jam, saya pikir dia cukup melakukannya lima jam. Dengan keterampilan seperti saya, saya harus berlatih lebih banyak"

"Sementara bagi dia tak masalah, dia hanya perlu mengikuti instruksi pelatih dan sudah berada di level terbaik. Tidak semua orang punya kemampuan seperti dia."