Polemik Pemotongan Gaji Gerogoti Klub Liga 1 2020

By Ibnu Shiddiq NF - Jumat, 7 Agustus 2020 | 10:15 WIB
Pelatih Arema FC, Mario Gomez, dalam laga melawan Tira-Persikabo di Shopee Liga 1 2020, Senin (2/3/2020) di Stadion Pakansari, Bogor. (MUHAMMAD ALIF AZIS/BOLASPORT.COM)

BOLASPORT.COM - Polemik pemotongan gaji pemain Liga 1 2020 nampaknya tak kunjung sirna meski telah disediakan payung penyangga atau Surat Keputusan (SK) PSSI.

Sepak bola Tanah Air tak luput terimbas dampak Covid-19 yang muncul pada Maret lalu.

Agar tak merembet ke ranah olahraga, PSSI telah menerbitkan Surat Keputusan (SK) penghentian agenda sepak bola dalam hal ini kompetisi Liga 1, Liga 2, dan Liga 3.

Dalam surat SK tersebut terdapat aturan mengenai pembanyaran gaji semua pemain yang tertuang pada poin kedua.

Intinya peserta Liga 1 dan Liga 2 diwajibkan membayar gaji bulan Maret-Juni sebesar 25 persen.

Baca Juga: Sikap Menpora Tentang Isu 3 Pemain Timnas Indonesia Positif Covid-19

Sontak saja, keputusan itu menuai banyak pertanyaan bahkan kritikan dari berbagai pihak.

Asosiasi Pesepak Bola Dunia (FIFPro) yang mengetahui hal tersebut pun langsung kirim tegur kepada Ketua Umum PSSI, Mochamad Iriawan dan jajarannya.

PSSI dianggap lalai karena tidak melibatkan pemain yang tergabung dalam Asosiasi Pesepakbola Indonsiea (APPI) dalam mengambil keputusan memangkas upah.

Pemangkasan gaji sebesar 75 persen itu juga dinilai terlalu tega, sebab liga-liga lain hanya menyarankan maksimal 25 persen.

PSSI pun akhirnya menggodok SK Liga lagi setelah berembug dengan APPI.

Memang tak banyak terekspos media soal pemain kurang setuju dengan pemotongan gaji yang seenak jidat itu.

Maklum saja etika yang tertuang dalam kontrak memang mewajibkan penyodor dan penandatangan sendiri yang bisa menyelesaikannya.

Secercah harapan terbit ketika turun SK bernomor SKEP/53/VI/2020 tentang melanjutkan kompetisi dalam keadaan luar biasa.

Kali ini PSSI mengizinkan klub Liga 1 untuk melakukan renegosiasi kontrak dan memotong gaji pemain hingga 50 persen.

Sementara Liga 2 lebih tinggi mencapai kisaran 60 persen dari nilai kontrak awal atau sekurang-kurangnya di atas upah minimum regional di daerah klub masing-masing.

Keputusan ini mulanya tercetus dari usulan klub-klub yang berdalih situasi forje majeure karena pandemi Covid-19.

Berharap akan menjadi sebuah solusi yang pas, namun tetap saja polemik gaji seperti tetap tak berujung.

Baca Juga: Streaming MotoGP Republik Ceska 2020 - Tak Cuma Yamaha yang Bisa Melesat

Memang ada kemajuan, namun berkaca dari hasil diskusi rapat PSSI dan APPI nampaknya tak sesuai seperti yang dibicarakan.

APPI menginginkan agar pemotongan gaji bukan berdasarkan nilai kontrak awal, melainkan dari upah bulanan yang sudah disepakati dalam kontrak.

Selain itu, nilai 60 persen pada pemain Liga 2 itu harusnya jadi batasan minimal bukan jutru malah berkisar di angka tersebut.

Menyoroti hal itu, APPI telah melayangkan surat I0135/APPI-adm/VII/2020 kepada PSSI untuk meminta kejelasan serta untuk pertimbangan kedepannya.

Namun hingga hari ini atau artikel ini ditulis belum ada notifikasi masuk yang diterima pihak APPI.

Dampak SK Gaji 50 Persen

Perlu digarisbawahi, tujuan dikeluarkannya SK bernomor 53 adalah sebagai acuan bagi peserta Liga 1 dan Liga 2.

Dengan demikian, klub-klub berhak menentukan pembayaran gaji sesuai arahan dan petunjuk dari yang telah disarankan.

Kalau tidak mengikuti arus -memilih tetap membayar gaji secara full kepada setiap pemain, itu justru lebih baik.

Tetapi, mengingat kondisi finansial klub minim pemasukan, sepertinya cukup mustahil diterapkan.

Berbekal SK tersebut, manajemen setiap klub mulai menyodorkan kertas baru kepada para pemainnya.

Baca Juga: Ganti Pemilik, AS Roma Langsung Bikin Malu di Liga Europa

Salah satu kontestan, Tira Persikabo mulanya tak menampakkan ada masalah terkait gaji.

Bagaimana tidak, para pemain besutan Igor Kriushenko mulai dikumpulkan di saat klub-klub lain masih sibuk mencari tahu maksud SK nomor 53.

Namun naas, selain menjadi yang terdepan menggelar latihan, Tira Persikabo juga menjadi yang pertama ditinggal pemainnya.

Adalah gelandang Petteri Pennanen. Pemain asal Finladia itu memutuskan pergi karena apalagi kalau bukan perkara gaji dipotong setengah.

"Tentu akan sangat konyol untuk kembali ke sana (Indonesia) di tengah persyaratan-persyaratan yang ada sekarang. Jadi ini bukan sebuah keputusan yang sulit.”ucap Petteri.

Petteri Pennanen otomatis mengisi list pertama dalam daftar korban SK 53.

Korban berikutnya datang dari klub yang secara finansial masih bisa dikatakan cukup sehat.

Tak tanggung-tanggung, Arema FC langsung ditinggal tiga sosok sekaligus yang baru diumumkan waktu latihan perdana skuad Singo Edan, Senin (3/8/2020) kemarin.

Pelatih kepala Arema FC, Mario Gomez, pelatih fisik, Marcos Gonzales, dan striker Jonathan Bauman berbondong-bondong keluar bersamaan.

Bak pil pahit ketika Arema FC baru akan melangsungkan hari jadi ke-33 yang jatuh pada 11 Agustus mendatang.

Yang jadi mengganjal, mengapa penyataan keluar Mario Gomez baru disebarkan dua minggu kemudian?

Baca Juga: Eks Striker Persib Susul Pelatih Mario Gomez Tinggalkan Arema FC

Dalam titik ini bisa diartikan klub-klub Liga 1 tengah diuji profesionalitasnya dalam menjaga dan merawat keutuhan tim di tengah krisis yang melanda.

Manajemen dituntut bekerja lebih ekstra dengan berlomba-lomba mencari dana segar untuk menstabilkan neraca tabungan.

Bagi klub yang disokong dana memadahi mungkin tak terlalu berdampak meski cukup terasa sulitnya.

Bagi yang sudah mentok, mau tak mau harus mengadakan sesi bicara santai kepada pemain atau pelatih sampai ketemu cocoknya di harga berapa.

Kejadian di atas seharusnya tidak luput dari perhatian PSSI meski sebenarnya tak punya tanggungjawab untuk mencampuri soal gaji.

Namun, federasi-lah yang dari awal menerbitkan SK tentang salary cap atau pembatasan yang terkesan cukup mencolok dengan aturan negara lainnya.

Dengan berkurangnya slot pemain apalagi legium asing, tentu klub berhak diberikan kelonggaran memperbaiki komposisi sebelum kick off Liga 1 Okober nanti.

Salah satu cara dengan membuka kembali jendela transfer.

Seperti yang dilakukan Asosiasi Sepak Bola Thailand yang telah mendapat restu dari FIFA untuk membuka pasar pemain.

Dilansir dari thai league.co.th, Liga Thailand bahkan berencana membuka bursa transfer sebanyak tiga kali pada lanjutan musim ini, yang merupakan negara pertama di dunia yang menganut regulasi tersebut.

Masing-masing akan dibuka antara 25 Agustus - 7 September 2020, dan 28 Desember 2020 - 10 Januari 2021.

Menengok regulasi terakhir PSSI, hanya klub Liga 2 saja yang bebas merekrut pemain dari Liga 1 namun tidak sebaliknya.

Dengan demikian, klub-klub Liga 1 yang ditinggal pemain akan sulit mencari pengganti yang sepadan.

Lantas langkah apa yang nanti akan kembali diusung PSSI, minimal untuk mengurai benang kusut setahap demi setahap.