Paradoks Lionel Messi dan Hantu Diego Maradona

By Beri Bagja - Sabtu, 23 Juni 2018 | 11:38 WIB
Suporter timnas Argentina membentangkan spanduk dengan gambar Lionel Messi di tribune Stadion Nizhny Novgorod dalam partai Grup D melawan Kroasia, 21 Juni 2018. ( DIMITAR DILKOFF / AFP )

Suami Antonella Roccuzzo itu dianggap tak mewakili karakter khas pesepak bola Argentina seutuhnya.

Karena lebih lama tinggal di Spanyol dengan kondisi lingkungan dan perekonomian memadai, Messi terlalu lembek dan tipe "anak rumahan" banget.

Di mata pencinta sepak bola konservatif Argentina, pesepak bola ideal adalah mereka yang mewakili mentalitas daya juang kelas pekerja sebagai struktur sosial dominan di Amerika Selatan.


Diego Maradona mencium trofi Piala Dunia setelah membawa timnas Argentina memenangi final lawan Jerman di Azteca Stadium, Mexico City, 29 Juni 1986. ( STAFF / AFP )

Dia harus jantan, maskulin, tangguh, dan anti-kemapanan. Idola ideal mesti genius, tegas, vokal, pantang menyerah, tak ragu berkonfrontasi, juga mengutamakan kepentingan khalayak dibandingkan individu.

Arogan tidak masalah karena kebanggaan terhadap diri sendiri itu yang justru menjadi nilai penegasan karisma buat pemain bersangkutan.

Menurut penulis dan pengamat Amerika Selatan, Brenda Elsey, di The Allrounder, contoh paling nyata yang mewakili sosok idola ideal publik Argentina adalah Diego Maradona.

Dia adalah simbol pemberontakan terhadap tatanan sepak bola Eropa yang serba-teratur.

Setelah menjadi bintang dunia, Maradona tetap membawa sifat kelas pekerja alamiah di dalam dan luar lapangan.

Saat ditanya apakah dirinya pesepak bola terbaik di dunia, sang legenda berkata, "Ibu saya menganggap saya sebagai pemain terbaik di dunia. Jika ibu saya menilai demikian, maka pastilah saya yang terbaik".