Paradoks Lionel Messi dan Hantu Diego Maradona

By Beri Bagja - Sabtu, 23 Juni 2018 | 11:38 WIB
Suporter timnas Argentina membentangkan spanduk dengan gambar Lionel Messi di tribune Stadion Nizhny Novgorod dalam partai Grup D melawan Kroasia, 21 Juni 2018. ( DIMITAR DILKOFF / AFP )

CR7 memasuki Piala Dunia tahun ini dengan modal memimpin Portugal juara Piala Eropa 2016 dan kampiun Liga Champions di Real Madrid.

Ditambah lagi, Ronaldo langsung tancap gas di Rusia dengan memimpin daftar top scorer sementara berkat torehan 4 gol dalam 2 partai.

Messi? Jangankan bikin gol, membantu Argentina tampil bagus pun dia belum kuasa. Messi gagal pula mencetak gol lewat tendangan penalti.

Raja gol sepanjang masa Tim Tango itu masih berkutat dengan problem menyelaraskan fungsi dan karakternya di lapangan dengan strategi pelatih dan rekan setim.

Masalah muncul karena perbedaan mekanisme tim. Di Argentina, pelatih Jorge Sampaoli menjadikan Messi sebagai otak permainan.

Berikan bola ke Messi, sisanya serahkan padanya. Messi ibarat menjadi pusat saraf pikir Tim Tango.

"Dia bisa membawa tim ini di pundaknya. Tim Argentina ini akan menjadi tim Messi," ujar Sampaoli sepekan lalu, dikutip BolaSport.com dari Independent.

Kekeliruan Sampaoli yang menjadi target kritik media Argentina ialah membiarkan Messi memikul beban sendirian, bukan membaginya ke rekan setim.

Efeknya, ketika saraf pusat permainan itu dihambat, lumpuh pula mekanisme tim. Situasi ini terjadi dalam dua partai pertama Argentina di Piala Dunia 2018 saat ditahan Islandia 1-1 dan dihajar Kroasia 0-3.

Sampaoli malah mencoba bijak dengan mengatakan bahwa Messi mendapat perlakuan tidak adil karena divonis publik mengemban kesalahan terbesar saat Argentina kalah.