Suporter Persija Tewas, Apakah Pelajaran dari Liga Inggris Bisa Diterapkan?

By Firzie A. Idris - Senin, 24 September 2018 | 15:00 WIB
Suporter Sunderland dikawal pulang oleh Kepolisian Northumbria setelah menyaksikan laga Newcastle vs Sunderland di St James'Park, Newcastle, pada 1 Februari 2014. (IRNANDA SOERJATMODJO/ISTIMEWA)

Tentu, merupakan hak bagi setiap suporter untuk menyaksikan klub kesayangan bertanding di kota mereka sendiri.

Padahal, polisi beberapa kali melakukan pengawalan khusus seperti kepada suporter Persib jelang final Piala Bhayangkara kontra Arema FC pada April 2016.

Aparat gabungan mengawal ribuan bobotoh ke Stadion Gelora Bung Karno, Jakarta.

"Suporter sepak bola memiliki karakteristik sendiri. Mereka punya identitas kuat dan fanatisme yang berujung ke ketidak mampuan untuk mengontrol diri," ujar AKBP Susatyo Purnomo dari Polres Metro Jakarta Pusat dalam wawancara dengan Netmediatama pada April 2016.

(Baca Juga: Seorang Suporter Persija Tewas di Bandung, Begini Kronologinya)

Bisa jadi, larangan menonton justru menjadi panggilan tantangan untuk beberapa suporter yang merasa militansi dan loyalitas mereka tengah diuji.

Jika begitu, pendekatan ala kepolisian Inggris dalam menangani suporter (mungkin) bisa dijadikan acuan.

Salah satu kerusuhan terbesar yang terjadi di Inggris dalam satu dekade terakhir melibatkan suporter Newcastle dan Sunderland setelah Newcastle United kalah 0-3 di kandang sendiri dalam laga derbi musim 2012-2013.

Setelah lama steril dari pertengkaran antarsuporter, kerusuhan menjalar di kota Newcastle. Suporter melempar botol, petasan, batu, dan bata ke arah polisi. 

(Baca Juga: 5 Catatan Hitam Persib Vs Persija, Hujan Kartu Hingga Suporter Persija Tewas Dikeroyok)