Suporter Persija Tewas, Apakah Pelajaran dari Liga Inggris Bisa Diterapkan?

By Firzie A. Idris - Senin, 24 September 2018 | 15:00 WIB
Suporter Sunderland dikawal pulang oleh Kepolisian Northumbria setelah menyaksikan laga Newcastle vs Sunderland di St James'Park, Newcastle, pada 1 Februari 2014. (IRNANDA SOERJATMODJO/ISTIMEWA)

"Saya ingin memuji suporter kedua kubu yang bekerja sama baik dengan petugas di lapangan. Mereka sangat sabar dan memberlakukan hari ini dengan sangat spesial," tuturnya.

Hal ini tampak berbeda di Indonesia.

"Polisi cepat sekali memukul atau menyemprotkan gas air mata," ujar Herdian Lesmana, koordinator Jakmania wilayah Manggarai pada wawancara dengan Tempo.

“Kami ini suporter sepak bola, bukan teroris. Sebentar-sebentar ada gas air mata, ini justru akan memancing kerusuhan,” lanjut Uban.

(Baca Juga: Persib Vs Persija - Suporter Persija Tewas, Begini Penjelasan Kapolrestabes Bandung)

Menurut saya, kelancaran pengamanan ini bisa terjadi karena tiga faktor: 1. Suporter yang dewasa; 2. Profesionalitas polisi dan trust yang mereka bangun bersama masyarakat; 3. infrastruktur memadai.

Kedewasaan suporter tentu saja diperlukan karena tak mungkin liga sepak bola profesional berjalan tanpa mereka.

Biar bagaimana pun, tidak ada manusia dengan akal sehat yang hanya diam saja melihat seseorang dipukuli sampai berdarah-darah di depan mereka.

Setelah itu, profesionalisme aparat.

Polisi di Inggris tidak lagi menganggap para penonton hanya sebagai biang masalah seperti pada era hooligan sebelum Premier League tiba pada 1992-1993.