Lahirnya Bad Messi: Versi Kasar Lionel Messi Makin Mirip Maradona, Makin Dicintai Argentina

By Beri Bagja - Minggu, 18 Desember 2022 | 11:55 WIB
Mural Lionel Messi dan Diego Maradona ditampilkan di Buenos Aires (16/12/2022) jelang final Piala Dunia 2022 antara timnas Argentina vs Prancis. (LUIS ROBAYO/AFP)

BOLASPORT.COM - Piala Dunia 2022 seolah pengabsahan status Lionel Messi menjadi semakin mirip legenda akbar timnas Argentina, Diego Maradona, dan keluar dari bayang-bayangnya.

Duel timnas Argentina vs Belanda di perempat final Piala Dunia 2022 ibarat menunjukkan kepada kita Lionel Messi versi yang lain.

Versi itu yang sudah lama diharapkan publik Argentina muncul dalam diri Messi.

Dialah 'Bad Messi' atau versi bengalnya dari Lionel Messi.

Sosok yang selama ini lekat dengan cap kalem, anak baik-baik, penurut, makin bertransformasi lebih jantan. Lebih maskulin, cenderung rebel.

Setidaknya begitu yang dilabelkan media-media Argentina terhadap sosok Messi sekarang.

Bukan cuma seorang bintang lapangan yang menyihir dengan skill-skill memesona, peran Messi lebih dari itu.

Baca Juga: Debat GOAT Cristiano Ronaldo Vs Lionel Messi Akhirnya Usai di Piala Dunia 2022

Dia makin matang sebagai pemimpin dari sekumpulan anak-anak muda berbakat, pembela, selain juga tetap menjadi sumber segala keajaiban di lapangan.

Aksi dan tindak-tanduknya saat menghadapi Belanda menjadi ejawantah dari sikap tersebut.

Seorang diri, Messi secara berani mendekati pelatih lawan, Louis van Gaal, beserta sederet bodyguard-nya, termasuk sang mantan tukang jagal, Edgar Davids.

Reaksi Van Gaal kala Messi mendekatinya sembari mengatakan sesuatu mungkin mewakili banyak dari kita.

Van Gaal bengong. Mungkin kaget pemain sekalem Messi yang selama ini kita kenal berani mengonfrontasi bos timnas Belanda tepat di depan matanya.

Messi pun melakukan selebrasi untuk meledek skuad Oranje, yang kala itu takluk via adu penalti. Belum cukup, dalam sesi wawancara pascalaga, dia memperlihatkan sisi 'preman' yang lain dalam dirinya.

Sebelum menjawab pertanyaan wartawan, dia menoleh dengan raut menantang dan berkata kasar kepada bomber Belanda, Wout Weghorst.

"Apa yang kau lihat, bodoh? Pulang sana, bodoh!" katanya.

Jurnalis yang mewawancarai Messi, Gaston Edul, sampai ikut kaget, "Leo, tenang," katanya. "Ada banyak orang dari FIFA dan kamu tak akan tahu apa yang terjadi."

Menurut keterangan Edul, Weghorst sendiri bermaksud menghampiri Messi dan meminta jersinya. "Orang Belanda itu tidak mengerti, dia berdiri di sana dan Messi mencacinya."

Banyak yang menilai sikap Messi mengonfrontasi Van Gaal cs, menggeruduk wasit, hingga ribut-ribut dengan pemain Belanda tak layak ditunjukkan bintang sekelas dia yang menjadi teladan banyak orang, terutama bagi anak-anak.

Baca Juga: Argentina Vs Prancis, Mbappe dan Griezmann Menuju Rekor Manusia Langka di Final Piala Dunia 2022

Namun, di Argentina, sikap 'bad boy' pria 35 tahun itu malah memicu apresiasi positif.

Di lapangan, predikat Bad Messi juga terwakilkan statistik bahwa superstar PSG ini makin doyan bermain kasar kepada lawan.

Sampai semifinal, Messi ialah pemain tersering ketiga yang melakukan pelanggaran di antara personel timnas Argentina di Piala Dunia 2022 (8 kali), setelah dua bek gahar Nicolas Otamendi (10) dan Cuti Romero (9).

Meski tidak sekontroversial Diego Maradona, karakter Messi makin dipuja publik Argentina karena dianggap makin mirip dengan sang legenda akbar.

"Messi menunjukkan esensi sepak bola. Dia jadi seperti Maradona di Piala Dunia," kata Jorge Valdano, eks striker Albiceleste yang bersama El Diego membawa Argentina kampiun 1986.

Dengan sikap rebel-nya itu, Valdano bilang, "Messi lebih terhubung secara emosional daripada sebelumnya dengan orang (Argentina). Dia menunjukkan karakter yang selalu dia punya."

"Mereka yang tidak mencintai Messi berarti tak mencintai sepak bola," tutur opa 67 tahun yang pernah bersinar di Real Madrid.

Bukan tanpa alasan kenapa Bad Messi atau Lionel Messi versi kasar ternyata lebih dicintai publik Argentina. Sebelumnya, dia memang dihantui paradoks soal jati dirinya.

FRANCK FIFE/AFP
Reaksi Lionel Messi dalam duel perempat final Piala Dunia 2022 antara timnas Argentina vs Belanda di Lusail Stadium (9/12/2022).

Messi lahir di Rosario, Argentina, dan pindah ke Spanyol saat remaja.

Di sanalah dia menjalani fase-fase penting sebagai manusia dan pesepak bola, mencari nafkah, merangkai, hingga menggapai mimpi menjadi pemain terbaik di dunia.

Bakat permainan tiki-taka yang luwes ala Barcelona dan Spanyol mengalir lebih deras dalam darahnya ketimbang spirit grinta ala Argentina yang memadukan agresivitas, kengototan, dan skill alami pemberian Tuhan.

Pembawaan alamiah ini pula yang menimbulkan dikotomi di antara warga Argentina; seolah terbagi antara golongan yang mengidolakan Messi dan yang tidak.

Kolektor 7 trofi Ballon d'Or itu dulu kerap dianggap sosok berbeda saat memperkuat timnas Argentina dan Barcelona.

Musabab, suami Antonella Roccuzzo dianggap tak mewakili karakter khas pesepak bola Argentina seutuhnya.

Karena lebih lama tinggal di Spanyol dengan kondisi lingkungan dan perekonomian memadai, Messi dinilai terlalu lembek dan tipe "anak rumahan" banget.

Di mata pencinta sepak bola konservatif Argentina, pesepak bola ideal adalah mereka yang mewakili mentalitas daya juang kelas pekerja sebagai struktur sosial dominan di Amerika Selatan.

Dia harus jantan, maskulin, tangguh, anti-kemapanan. Idola yang ideal mesti genius, tegas, vokal, pantang menyerah, tak ragu berkonfrontasi, juga mengutamakan kepentingan khalayak dibandingkan individu.

Arogan tidak masalah karena kebanggaan terhadap diri sendiri itu yang justru menjadi nilai penegasan karisma buat pemain bersangkutan.

Menurut sejarawan AS yang menggeluti riset seputar topik Amerika Selatan, Brenda Elsey, contoh paling nyata yang mewakili sosok idola ideal publik Argentina adalah Diego Maradona.

STAFF/AFP
Diego Maradona sebelum menceploskan bola ke gawang Peter Shilton di laga Argentina vs Inggris pada perempat final Piala Dunia 1986 di Mexico City (22/6/1986).

Dia adalah simbol pemberontakan terhadap tatanan sepak bola Eropa yang serba-teratur.

Setelah menjadi bintang dunia, Maradona tetap membawa sifat kelas pekerjanya di dalam dan luar lapangan.

Saat ditanya apakah dirinya pesepak bola terbaik di dunia, El Diego berkata, "Ibu saya menganggap saya sebagai pemain terbaik di dunia. Jika ibu saya menilai demikian, maka pastilah saya yang terbaik".

Baca Juga: Kisah Timnas Argentina di 6 Final Piala Dunia, Lionel Messi Ikuti Jejak Diego Maradona 

Messi lebih disayangi fan di luar negaranya sendiri karena dia "pemain baik-baik", bertolak belakang dengan cap kotor yang disematkan orang Eropa terhadap pesepak bola Amerika Selatan kebanyakan.

Alih-alih menggoreskan tato pejuang seperti Che Guevara layaknya Maradona, Messi memilih membubuhkan tato ibu dan anaknya di lengan.

Saat gugup, Messi muntah. Ketika kecewa di lapangan, dia akan cemberut, bungkam kepada media, merenungi keadaannya.

Dia bukan tipe pemberontak dan cenderung menghindari konflik daripada membereskannya secara jantan.

Saat diajukan pertanyaan seperti Maradona soal apakah dirinya pemain terbaik di dunia, Messi menjawab, "Jangan membicarakan saya sebagai pemain terbaik".

Sifat merendah memang baik, tetapi itulah yang membuat publik Argentina menilai Messi tak punya wibawa dan tingkat kepercayaan diri seperti Maradona, padahal mereka sama-sama diberkahi skill luar biasa.

Bisa jadi sikap tersebut dianggap pengingkaran atas talenta spesial yang dianugerahkan kepada Messi.

Karena berbagai pertentangan itu, wajar apabila segelintir warga Argentina barangkali tidak menyayangi Messi seperti mereka memuja Maradona.

Paradoks yang rumit ini pun mengantar Lionel Messi ke deretan kegagalan demi kegagalan, diwarnai momen takluk pada partai puncak Piala Dunia 2014 serta Copa America 2007, 2015, dan 2016.

ADRIAN DENNIS/AFP
Lionel Messi (kanan) dihibur oleh Bastian Schweinsteiger usai timnas Argentina dikalahkan Jerman pada final Piala Dunia 2014 di Rio de Janeiro (13/7/2014).

Tapi itu dulu. Semakin bertambah usia, Messi makin menyadari posisi dan potensi sebenarnya dalam diri. Dia pun mengakui sekarang lebih fokus untuk melihat sisi lain dari permainannya.

Seperti kata Aristoteles, mengenal diri sendiri adalah awal dari semua kebijaksanaan, Messi bak benar-benar sudah menemukan esensi sebenarnya menjadi pesepak bola Argentina seiring bertambahnya usia.

"Saya sempat diminta untuk bermain bagi Spanyol, tapi saya selalu mengatakan bahwa saya ingin bermain untuk Argentina saya, karena saya mencintai Argentina dan itu adalah satu-satunya seragam yang saya ingin pakai," tegasnya beberapa tahun lalu.

Esensi itu terwakilkan dari aksi-aksinya, perubahan cara bermain, visi, sikap, gestur, serta kepemimpinannya di lapangan. Berewok yang menggantung kian menambah kesan gahar.

Baca Juga: FINAL PIALA DUNIA 2022 - Bareng Argentina, Lionel Scaloni Pernah Tekuk Prancis di Partai Puncak Turnamen 

Dengan kembali ke akarnya sebagai orang Argentina, terbukti Messi secara bertahap mampu mengubur kegagalan-kegagalan masa lalu dengan sederet prestasi, mulai dari Copa America dan Finalissima sebagai bukti awal.

Lionel Messi memang tidak akan pernah menjadi Diego Maradona.

Tapi setidaknya, si putra daerah Rosario bakal menggenapkan segala perbandingan dengan sang legenda akbar lewat trofi paripurna di Piala Dunia 2022.